Pages

>

AMALAN YANG DIANJURKAN DILAKUKAN PADA BULAN MUHARRAM

Tidak berbuat dzalim pada bulan ini, baik yang kecil maupun yang besar
1
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, ".maka janganlah menganiaya diri dalam bulan
yang empat itu."(QS. at-Taubah: 36)
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Takutlah kalian terhadap kedhaliman,
karena sesungguhnya kedhaliman itu merupakan kegelapan-kegelapan pada hari kiamat."
(HR. Muslim dan lainnya). Dalam hadits yang lain beliau bersabda, "Tidak ada dari satu
dosapun yang lebih pantas untuk dicepatkan siksanya dari pelaku dosa itu baik di dunia
maupun di akhirat daripada melewati batas (kedhaliman) dan memutus silaturrahim."
(ash-Shahihah, no. 915)
Berpuasa 'Asyura (10 Muharram)
2
Dibulan Muharram ini berdasarkan syariat Islam, terdapat sebuah hari yang dikenal
dengan istilah Yaumu ‘Asyuro, yaitu hari tanggal sepuluh bulan Muharram. Asyuro berasal
dari kata ‘asyarah’ yang artinya sepuluh. Pada hari Asyuro inilah terdapat sebuah sunnah
yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya untuk dilaksanakan sebagai bentuk
ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang lebih dikenal
dengan istilah shaum Asyuro, atau puasa Asyuro.
Banyak sekali terdapat hadits yang membicarakan tentang fadhilah atau keutamaan puasa
Asyuro… di antaranya adalah sebagai berikut:
1- Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (yaitu)
Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah (shalat) fardhu adalah shalat
malam.”
2- Diriwayatkan dari Aisyah ra, dia berkata:
Dahulu orang-orang Quraisy pada masa jahiliah berpuasa pada hari ‘Asyuro, maka
ketika beliau (Rasulullah saw) datang ke Madinah beliau berpuasa dan merintahkannya,
kemudian ketika telah ditetapkan kewajiban puasa bulan Ramadhan, beliau meninggalkan
(perintah wajib) puasa ‘Asyuro, siapa yang berkehendak maka dia berpuasa, dan siapa
yang tidak maka dia (boleh) meninggalkannya. (Muttafaq alaih) 3- Abu Qatadah ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda:
“Dan puasa hari Asyura, aku berharap kepada Alllah menjadi penghapus dosa selama
setahun sebelumnya.”
4- Ibnu Abbas ra berkata:
“Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw mengupayakan untuk puasa pada suatu hari
melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyuro, dan bulan ini yaitu Bulan
Ramadhan.”
5- Ibnu Abbas ra berkata:
“Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliau menyaksikan orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyuro, maka dia berkata: “(Hari) apa ini?” Mereka menjawab: “Ini
adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah selamatkan Bani Isra’il dari musuhnya,
karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini.” Rasulullah saw bersabda:“Saya lebih berhak
kepada Musa dari kalian.”Maka beliau berpuasa dan memerintahkan para shahabatnya
untuk berpuasa.”
6- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata:
“Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan (kaum
muslimin) untuk berpuasa, mereka (para shahabat) berkata: ‘Ya Rasulullah! Ini adalah
hari yang diagungkan Yahudi dan Nashrani,’ maka bersabdalah Rasulullah :“Jika
(bertemu) tahun depan, Insya Allah, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (bulan
Muharram).” Namun ternyata tahun depannya Rasulullah saw sudah meninggal dunia.”
7- Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya juga
meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda:
“Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi pada masalah ini,
berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.”
Kesimpulannya adalah: Tidak ada ibadah dalam syariat terkait dengan hari 'Asyuro,
kecuali puasa yang telah diajarkan Rasulullah saw.Fase Penetapan Puasa ‘Asyuro
Dari sejumlah riwayat yang ada, dapat disimpulkan bahwa pada masa Rasulullah saw,
ketetapan puasa ‘Asyuro memiliki beberapa fase penetapan, yaitu:
Pertama, Rasulullah saw telah melakukan puasa ‘Asyuro sejak awal sebagaimana
orang-orang Quraisy pada masa Jahiliah melakukannya, namun beliau tidak
memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.
Kedua, Ketika beliau datang ke Madinah dan mengetahui orang-orang Yahudi juga
berpuasa pada hari ‘Asyuro, beliau berpuasa dan memerintahkan para shahabatnya untuk
berpuasa juga. Sebagian ulama berpendapat bahwa saat itu puasa ‘Asyuro wajib
hukumnya, sebagian lagi menyatakan Sunnah Mu’akkadah (Sunnah yang sangat
ditekankan).
Ketiga, Setelah diturunkan kewajiban puasa Ramadhan (tahun 2 H), maka setelah itu
beliau beliau tidak memerintahkannya lagi namun juga tidak melarangnya dan
membiarkannya sebagai perkara Sunnah. Kebanyakan para ulama menyatakan bahwa saat
itu, puasa ‘Asyuro sebagai Sunnah ghoiru mu’akkadah (sunnah yang tidak ditekankan).
Keempat, Diakhir kehidupannya Rasulullah saw bertekad untuk tidak hanya puasa pada
hari ‘Asyuro saja, tetapi juga menyertakan hari lainnya (tangal sembilan), agar berbeda
dengan ibadahnya orang Yahudi.
Bagaimana Berpuasa ‘Asyuro?
Ibnu Qoyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad –Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada-
menjelaskan tentang urutan puasa ‘Asyuro:
Yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh dan sehari
sebelum dan sesudahnya (9, 10, dan 11).
Terkait dengan dalil yang memerintahkan puasa sebanyak tiga hari (9,10 dan 11) para
ulama mengatakan bahwa riwayat Ibnu Abbas (lihat hadits no. 6 dalam pembahasan ini)
yang sering dijadikan landasannya adalah dha’if, dan karenanya tidak dapat dijadikan
dalil. Akan tetapi pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama dengan dua alasan. 1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat, maka
puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan
puasa Tasu’a dan ‘Asyuro.
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul Bidh).
Urutan yang kedua adalah puasa tanggal sembilan dan sepuluhnya dan inilah
yang banyak disebutkan dalam hadits.
Adapun puasa tanggal sembilan dan sepuluh, dinyatakan jelas dalam hadits yang shahih,
dimana Rasulullah saw pada akhir kehidupannya sudah berencana untuk puasa pada
tanggal sembilannya. Hanya saja beliau keburu meninggal.
Beliau juga memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa pada tanggal sembilannya
(bersama tanggal sepuluh) agar dapat membedakan diri dari perbuatan orang-orang
Yahudi. Bahkan jika seseorang tidak sempat berpuasa tanggal sembilannya, maka setelah
tanggal sepuluh, dia disunnahkan berpuasa pada tanggal sebelasnya untuk membedakan
dirinya dari puasa orang Yahudi.
Sedang urutan ketiga adalah puasa tanggal sepuluhnya saja.
Sedangkan puasa tanggal sepuluhnya saja, sebagian ulama menyatakannya makruh,
meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama lainnya.
1 http://www.mail-archive.com/jamaah@arroyyan.com/msg02422.html
2 http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg04433.html

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

 

Akhi Husain Ramadhan Design by Insight © 2009