Pages

>

AMALAN YANG DIANJURKAN DILAKUKAN PADA BULAN MUHARRAM

0 komentar
Tidak berbuat dzalim pada bulan ini, baik yang kecil maupun yang besar
1
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, ".maka janganlah menganiaya diri dalam bulan
yang empat itu."(QS. at-Taubah: 36)
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Takutlah kalian terhadap kedhaliman,
karena sesungguhnya kedhaliman itu merupakan kegelapan-kegelapan pada hari kiamat."
(HR. Muslim dan lainnya). Dalam hadits yang lain beliau bersabda, "Tidak ada dari satu
dosapun yang lebih pantas untuk dicepatkan siksanya dari pelaku dosa itu baik di dunia
maupun di akhirat daripada melewati batas (kedhaliman) dan memutus silaturrahim."
(ash-Shahihah, no. 915)
Berpuasa 'Asyura (10 Muharram)
2
Dibulan Muharram ini berdasarkan syariat Islam, terdapat sebuah hari yang dikenal
dengan istilah Yaumu ‘Asyuro, yaitu hari tanggal sepuluh bulan Muharram. Asyuro berasal
dari kata ‘asyarah’ yang artinya sepuluh. Pada hari Asyuro inilah terdapat sebuah sunnah
yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya untuk dilaksanakan sebagai bentuk
ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang lebih dikenal
dengan istilah shaum Asyuro, atau puasa Asyuro.
Banyak sekali terdapat hadits yang membicarakan tentang fadhilah atau keutamaan puasa
Asyuro… di antaranya adalah sebagai berikut:
1- Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (yaitu)
Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah (shalat) fardhu adalah shalat
malam.”
2- Diriwayatkan dari Aisyah ra, dia berkata:
Dahulu orang-orang Quraisy pada masa jahiliah berpuasa pada hari ‘Asyuro, maka
ketika beliau (Rasulullah saw) datang ke Madinah beliau berpuasa dan merintahkannya,
kemudian ketika telah ditetapkan kewajiban puasa bulan Ramadhan, beliau meninggalkan
(perintah wajib) puasa ‘Asyuro, siapa yang berkehendak maka dia berpuasa, dan siapa
yang tidak maka dia (boleh) meninggalkannya. (Muttafaq alaih) 3- Abu Qatadah ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda:
“Dan puasa hari Asyura, aku berharap kepada Alllah menjadi penghapus dosa selama
setahun sebelumnya.”
4- Ibnu Abbas ra berkata:
“Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw mengupayakan untuk puasa pada suatu hari
melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyuro, dan bulan ini yaitu Bulan
Ramadhan.”
5- Ibnu Abbas ra berkata:
“Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliau menyaksikan orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyuro, maka dia berkata: “(Hari) apa ini?” Mereka menjawab: “Ini
adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah selamatkan Bani Isra’il dari musuhnya,
karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini.” Rasulullah saw bersabda:“Saya lebih berhak
kepada Musa dari kalian.”Maka beliau berpuasa dan memerintahkan para shahabatnya
untuk berpuasa.”
6- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata:
“Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan (kaum
muslimin) untuk berpuasa, mereka (para shahabat) berkata: ‘Ya Rasulullah! Ini adalah
hari yang diagungkan Yahudi dan Nashrani,’ maka bersabdalah Rasulullah :“Jika
(bertemu) tahun depan, Insya Allah, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (bulan
Muharram).” Namun ternyata tahun depannya Rasulullah saw sudah meninggal dunia.”
7- Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya juga
meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda:
“Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi pada masalah ini,
berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.”
Kesimpulannya adalah: Tidak ada ibadah dalam syariat terkait dengan hari 'Asyuro,
kecuali puasa yang telah diajarkan Rasulullah saw.Fase Penetapan Puasa ‘Asyuro
Dari sejumlah riwayat yang ada, dapat disimpulkan bahwa pada masa Rasulullah saw,
ketetapan puasa ‘Asyuro memiliki beberapa fase penetapan, yaitu:
Pertama, Rasulullah saw telah melakukan puasa ‘Asyuro sejak awal sebagaimana
orang-orang Quraisy pada masa Jahiliah melakukannya, namun beliau tidak
memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.
Kedua, Ketika beliau datang ke Madinah dan mengetahui orang-orang Yahudi juga
berpuasa pada hari ‘Asyuro, beliau berpuasa dan memerintahkan para shahabatnya untuk
berpuasa juga. Sebagian ulama berpendapat bahwa saat itu puasa ‘Asyuro wajib
hukumnya, sebagian lagi menyatakan Sunnah Mu’akkadah (Sunnah yang sangat
ditekankan).
Ketiga, Setelah diturunkan kewajiban puasa Ramadhan (tahun 2 H), maka setelah itu
beliau beliau tidak memerintahkannya lagi namun juga tidak melarangnya dan
membiarkannya sebagai perkara Sunnah. Kebanyakan para ulama menyatakan bahwa saat
itu, puasa ‘Asyuro sebagai Sunnah ghoiru mu’akkadah (sunnah yang tidak ditekankan).
Keempat, Diakhir kehidupannya Rasulullah saw bertekad untuk tidak hanya puasa pada
hari ‘Asyuro saja, tetapi juga menyertakan hari lainnya (tangal sembilan), agar berbeda
dengan ibadahnya orang Yahudi.
Bagaimana Berpuasa ‘Asyuro?
Ibnu Qoyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad –Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada-
menjelaskan tentang urutan puasa ‘Asyuro:
Yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh dan sehari
sebelum dan sesudahnya (9, 10, dan 11).
Terkait dengan dalil yang memerintahkan puasa sebanyak tiga hari (9,10 dan 11) para
ulama mengatakan bahwa riwayat Ibnu Abbas (lihat hadits no. 6 dalam pembahasan ini)
yang sering dijadikan landasannya adalah dha’if, dan karenanya tidak dapat dijadikan
dalil. Akan tetapi pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama dengan dua alasan. 1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat, maka
puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan
puasa Tasu’a dan ‘Asyuro.
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul Bidh).
Urutan yang kedua adalah puasa tanggal sembilan dan sepuluhnya dan inilah
yang banyak disebutkan dalam hadits.
Adapun puasa tanggal sembilan dan sepuluh, dinyatakan jelas dalam hadits yang shahih,
dimana Rasulullah saw pada akhir kehidupannya sudah berencana untuk puasa pada
tanggal sembilannya. Hanya saja beliau keburu meninggal.
Beliau juga memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa pada tanggal sembilannya
(bersama tanggal sepuluh) agar dapat membedakan diri dari perbuatan orang-orang
Yahudi. Bahkan jika seseorang tidak sempat berpuasa tanggal sembilannya, maka setelah
tanggal sepuluh, dia disunnahkan berpuasa pada tanggal sebelasnya untuk membedakan
dirinya dari puasa orang Yahudi.
Sedang urutan ketiga adalah puasa tanggal sepuluhnya saja.
Sedangkan puasa tanggal sepuluhnya saja, sebagian ulama menyatakannya makruh,
meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama lainnya.
1 http://www.mail-archive.com/jamaah@arroyyan.com/msg02422.html
2 http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg04433.html
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Hakikat Ramadhan

0 komentar
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa "( QS Al-Baqarah : 183 ).

1. Puasa Ramadhan hukumnya Fardu `Ain
2. Puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAAN BERAMAL DIDALAMNYA

1. Bulan Ramadhan adalah:
a. Bulan yang penuh Barakah.
b. Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
c. Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
d. Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
e. Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri.

2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain :

a. Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya.
b. Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't.
c. Khusus bagi yang puasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah.

RUKUN PUASA

a. Berniat sejak malam hari
b. Menahan makan, minum, koitus (Jima') dengan istri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (Maghrib),

Wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.

YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN

Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah :
a). Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b) Orang yang bepergian ( Musafir ). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.

Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena :
a). Umurnya sangat tua dan lemah.
b). Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
c). Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
d). Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
e). Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

a. Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
b. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
c. Dengan sengaja menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan, ini disamping puasanya batal ia terkena hukum yang berupa : memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
d. Datang bulan di siang hari Ramadhan ( sebelum waktu masuk Maghrib)

HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU IBADAH PUASA

a. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
b. Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh.
c. Berbekam pada siang hari.
d. Mencium, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (hukumnya makruh)
e. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya.
f. Disuntik di siang hari.
g. Mencicipi makanan asal tidak ditelan.

ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib.
Sunnah berbuka adalah sbb :
a. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti rutob (kurma muda), kurma dan air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat.
b. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu.
c. Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb : Artinya : "Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah."

2. Makan sahur. Adab-adab sahur :
a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh.
b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh.

3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-qur'an
4. Menegakkan shalat malam/shalat Tarawih dengan berjama'ah. Dan shalat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir (20 hb. sampai akhir Ramadhan). Cara shalat Tarawih adalah :
a. Dengan berjama'ah.
b. Salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at.
c. Dibuka dengan dua raka'at yang ringan.
d. Bacaan dalam witir : Raka'at pertama : Sabihisma Rabbika. Roka't kedua : Qul yaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga : Qulhuwallahu ahad.
e. Membaca do'a qunut dalam shalat witir.

5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada pengampunan maka ampunilah aku.
6. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir.
7. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran.

Cara i'tikaf:
a. Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid.
b. Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.
c. Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Membuka Mata Hati

0 komentar
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah) mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-‘Araf 179)

Allah SWT memberikan peringatan kepada mereka dari golongan jin dan manusia yang tidak mengenal kekuasaan Allah yakni neraka Jahanam. Mufasir memberikan keterangan pada ayat di atas tentang penggunaan kalimat dzara’na (Kami jadikan/kami pendamkan) dalam Al-Qur’an hanya sekali kalimat tersebut tertera.

Mengapa Allah menjadikan golongan jin dan manusia dipendam dalam neraka jahanam? Sesungguhnya Allah telah memberikan sesuatu kepada jin dan manusia dan tidak ada pada makhluk lain dan sesuatu itu adalah Qolbun (Hati).

Dalam Al-Qur’an terdapat 130 ayat yang berkaitan dengan masalah hati. Sesungguhnya hati merupakan sentral dalam mengarungi kehidupan. Karena hati ini adalah sentral kehidupan cermin dalam kebijakannya, di perlihatkan apabila baik hatinya maka seluruh amalnyapun baik, dan sebaliknya apabila hatinya buruk maka semua amalnya juga buruk. Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur’an

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan (dihari itu) didekatkanlah Syurga kepada orang-orang yang bertaqwa. (QS. Asy-Syu’araa 88 – 90)

Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang dibanggakan didunia ini seperti, harta, kedudukan, pangkat dan jabatan dan lain sebagainya terkecuali yang datang kepada Allah hanyalah kebeningan hati yang suci. Penjelasan ayat selanjutnya memberikan perbandingan bagi jin dan manusia yang tidak memberikan perhatian terhadap hatinya yaitu dengan “hewan ternak” bahkan lebih sesat dari pada hewan ternak.

Mendengar ayat ini sebahagian para sahabat menangis dan kemudian menanyakan kepada Rasulullah SAW, “ya Rasul mengapa Allah SWT menyatakan untuk memuliakan anak Adam dan kenapa di satu sisi Allah mengatakan mereka bagaikan hewan ternak bahkan lebih rendah dari pada hewan ternak? Rasulullah berkata “ sesungguhnya hatinya tidak ada perhatian, dan tidak mau mengetahui kepentingan kaum muslimin”.

Mereka yang hatinya yang tertutup dalam pengertian tidak mengenal Allah cirinya adalah tidak terlepas dari keburukan dan penderitaan, sehingga mereka menjadikan umat Islam menjadi terpecah belah. Kenapa hati tidak di berikan perhatian yang besar? Jawabannya adalah karena hati tersebut tidak ada nur (cahaya) artinya hati yang hanya berurusan dengan materi duniawi. Sehingga Rasulullah SAW timbul kekhawatiran :

“Yang paling aku takuti nanti pada umatku, sahabat bertanya, apa ya Rasulullah? Yaitu cinta dunia dan takut mati”

Imam khusen mengatakan, disaat kalian diperintahkan untuk Shalat satu hari satu malam mungkin kalian mengerjakannya, disaat kalian diperintahkan untuk bertasbih mungkin kalian menangis, tetapi disaat dunia kalian terhalangi oleh agamamu sungguh kalian akan mencampakkan agama daripada dunia. Oleh karena itu kita mencoba merenung kembali dalam kehidupan ini, jangan sampai AlQur’an mengkatagorikan kita sebagai orang yang mempunyai hati tapi tidak mengenal kekuasaan Allah.

Imam Ja’far Shodiq memberikan gambaran bahwasannya setiap manusia yang terlalu cinta terhadap dunia, hidupnya tidak mengenal Allah. Tetapi dikala manusia itu menemukan kesulitan dalam hidupnya baru membutuhkan pertolongan Allah. Apa jadinya jika manusia yang mempunyai sifat seperti ini kemudian memimpin umah, memegang jabatan, berterimakasih kepada Allah saja sudah di jadikannya beban. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :

“Diantara manusia ada yang mengatakan : kami beriman kepada Allah dan hari kemudian. Padahal sesungguhnya mereka itu bukan orang orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar”. (QS. Al-Baqoroh 8 - 9)

Munafik lebih besar bahayanya dari pada kafir, karena orang kafir dapat diketahui kekafirannya. Sedangkan munafik bermuka dua, berjuang untuk umat tetapi bukan untuk Allah melainkan untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka berusaha untuk menipu Allah dan orang-orang mu’min, padahal tidak akan mungkin Allah tertipu. Tanpa disadari padahal dia tertipu oleh dirinya sendiri. Kepribadian yang ada pada orang-orang munafik cirinya adalah ‘pembohong”.

Ciri lainnya mereka mempunyai mata, tapi mata mereka tertutup terlihat dari cara pandang mereka terhadap kekuasaan Allah. Allah memberikan ancaman bagi manusia yang lupa pada kekuasaan-Nya maka Allah pun akan melupakannya.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya memberikan ciri yang menyebabkan mata hati kita tertutup antara lain disebabkan oleh harta, jabatan, ilmu, kepopuleran, keturunan dan lain sebagainya. Tetapi yang berbahaya adalah dikala ma’siat menjadi bagian dari dirinya, dan dengan kemaksiatannya itu dia tidak merasakan apapun, padahal adzab Allah sudah menanti. Berbeda dengan orang mu’min dikala sedikit melakukan kesalahan, hatinya ketakutan dan gelisah, karena dirinya takut terhiasi oleh perbuatan syaitan. Memang sulit membuka mata hati, karena kita adalah manusia yang lemah hanya Allah SWT yang dapat membuka mata hati kita. Hati yang terbuka menjadikan kita mengenal Allah dan menyadari bahwa suatu hari nanti kita akan menanti panggilannya, tidak ada makhluk satu pun yang tidak luput dari kematian.

Dunia yang kita pijak ini adalah sarana untuk kita dan untuk mengenal Allah. Dalam bentuk apa saja perjuangan kita didunia mempunyai dua pilihan, ibadah kepada Allah atau kepada Syaiton, berbuat ma’siat atau ta’at kepada Allah. Rasulullah bersabda :

“Apabila ada taman syurga di muka bumi mampirlah engkau, dimana taman syurganya Allah? Ditempat orang yang diingati tentang siapa dirinya kepada Allah, disadarkan dirinya dibuka mata hatinya untuk sujud kepada Allah.”

Ayat di atas memberikan gambaran, bagaimana jadinya ketika telinga-telinga mereka tidak lagi mengenal ayat-ayat Allah, sehingga mereka hidupnya bagaikan ternak. Apa hidup ternak? Hidup ternak tidak akan jauh dari makan, minum, tidur, syahwat. Tetapi semua yang dilakukan ternak terbatas, tentunya berbeda dengan manusia yang selalu berkeinginan untuk melebihi batasnya, contoh; sudah tersedia makan dan minuman yang halal, tetapi yang harampun dimakan dan diminumnya, syahwat manusia yang telah diatur dalam Al-Qur’an, tetapi tidak mampu mengendalikannya. Islam memberikan tujuan bagi umat muslim untuk mencari ketenangan dalam hidupnya. Jalan menuju ketenangan hanyalah dengan berdzikir kepada Allah, dan memohon petunjuk dari Allah SWT.

Oleh karena itu sadarilah bahwa kita adalah hamba Allah. Setiap apa yang kita lakukan akan dibalas oleh Allah didunia dan akherat.

Narasumber: RINGKASAN KAJIAN SENIN
29 Maret 2004 M / 8 Shafar 1425 H
Oleh : Ust. Othman Umar Shihab
diambil dari Buletin Masjid Baitul Ihsan, Jakarta
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Keistimewaan Hari Jum'at

0 komentar
Hari Jum'at adalah hari dimana disunnahkan menangguhkan tidur pagi (qailulah) dan makan siang pada setiap hari Jum'at. Mengenai hal ini, Bukhari dan Muslim mengemukakan hadits dari Sa'ad bin Salih yang mengatakan : "Kami tidak tidur pagi dan tidak makan siang kecuali sesudah Sholat Jum'at"

Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim mengemukakan sebuah hadits diperoleh dari Aus bin Aus Ath-Thaqafi ra. yang menyebutkan bahwa dia mendengar sendiri Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa yang membersihkan badan dan mandi pada hari Jum'at, setelah itu dia siap segera berangkat menghadiri sholat Jum'at, berjalan kaki, tidak berkendaraan, lalu mendekati Imam (duduk di shaf terdepan) dan tidak membuat sia-sia serta mendengarkan khutbah baik-baik, maka setiap langkah (yang ditempuh dalam perjalanan ke Masjid) dia memperoleh ganjaran pahala satu tahun puasa dan sembahyang-sholat Jum'atnya"

Hari Jum'at adalah hari dimana Rasulullah saw, melarang bercukur rambut sebelum shalat Jum'at. Hal ini itu dinyatakan mengikut satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, diperoleh dari Amr bin Syu'aib yang menerima dari ayahnya sendiri (Syu'aib). Dikatakan oleh Syu'aib bahwa dia menyaksikan sendiri Rasulullah saw melarang bercukur rambut pada hari Jum'at sebelum Sholat Jum'at.

Hari Jum'at adalah hari dimana terlepas dari siksa kubur. Abu Ya'la mengemukakan sebuah hadits diperoleh dari Anas ra yang menyebut bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Barangsiapa yang meninggal dunia pada hari Jum'at, dia terhindar dari siksa kubur."

Hari Jum'at adalah hari dimana sedekah berlipat ganda. Ibnu Abi Syaibah di dalam "Al-Mushannaf" mengetengahkan sebuah hadits yang diperoleh dari Ka'ab yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Pahala sedekah berlipat ganda pada hari Jum'at"

Hari Jum'at adalah hari dimana pahala kebajikan dan dosa kejahatan berlipat ganda. Ibnu Syaibah mengemukakan hadits yang diperoleh dari Ka'ab yang menyebutkan bahwa hasanah dan sayyiah yang diperbuat pada hari Jum'at pahala dan dosa masing-masing berlipat ganda. Hadits yang lebih kurang serupa diriwayatkan juga oleh Tabrani. Oleh Humaid bin Zanjawiyyah, dari Abu-Haitham dan Abu Sa'id di dalam Fa-dha-'ilul-A'mal", diriwayatkan juga oleh Al-Musayyab bin Rafi.

Hari Jum'at adalah hari dimana tidak dimakruhkan sembahyang tengah hari, yakni sembahyang ketika matahari tepat di atas kita. Mengenai hal itu, Abu Dawud mengemukakan sebuah hadits dari Qatadah, diperoleh dari Rasulullah SAW, bahwa baginda memakruhkan sembahyang tengah hari kecuali pada hari-hari Jum'at, setelah itu menyatakan :

"Neraka Jahanam terus-menarus menyala-nyala kecuali pada hari Jum'at"

Hari Jum'at adalah hari dimana seseorang dilarang melakukan musafir jauh sebelum melakukan Sholat Jum'at. Hal itu dinyatakan mengikuti satu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, diperoleh dari Hassan bin Atiyyah yang menyebut bahwa orang yang pada hari Jum'at berangkat musafir jauh (sebelum menunaikan sholat Jum'at) dia didoakan keburukan (oleh Malaikat), tidak ditemani dan dibantu.

Hari Jum'at adalah hari penghapusan dosa. Ibnu Majah mengemukakan sebuah hadits diperoleh dari Abu Hurairah ra, yang menyebut bahwa Rasulullah SAW bersabda :

"Dari hari Jum'at hingga Jum'at berikutnya adalah masa penghapusan dosa (bagi orang yang menunaikan sholat Jum'at), manakala dia tidak berbuat dosa besar (kaba'ir)."

Mengikuti satu hadits lainnya lagi, yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, diperoleh dari Sulaiman menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepadanya : "Tahukah engkau apakah hari Jum'at itu ?" Dia menjawab, "Allah SWT dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. " Baginda setelah itu menjelaskan, "Hari itu adalah hari dimana Allah SWT mengumpulkan kedua orang tua kamu. Seorang hamba yang berwudlu dengan baik lalu datang ke Masjid untuk menunaikan Sholat Jum'at, Allah SWT menghapuskan dosa-dosanya (yang diperbuat) dari Jum'at yang satu sampai Jum'at lainnya."

Hari Jum'at adalah hari dimana Rasullulah SAW menganjurkan umatnya supaya banyak-banyak bershalawat kepada Baginda :

"Hendaklah kamu banyak-banyak bersholawat kepadaku pada hari Jum'at karena hari itu adalah hari yang disaksikan (Masyud) oleh Malaikat."

Hari Jum'at adalah hari dimana istigfar sebelum sembahyang Subuh pasti akan terkabul. Tabrani dalam "Al-Ausat" mengemukakan sebuah hadits yang diperoleh dari Anas ra, yang menyebut bahwa Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa beristigfar (mohon ampun) tiga kali sebelum sembahyang Subuh pada hari Jum'at dengan mengucapkan : "Astagfirullah Allazi lailaha illa huwalhayyul-qayyum wa atubu ilaihi" maka dosa-dosanya diampuni Allah SWT meskipun dosanya sebanyak buih di Lautan."

Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim mengemukakan sebuah hadits diperoleh dari Aus bin Ath-Thaqafi ra, yang menyebutkan bahwa dia mendengarkan sendiri Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa yang membersihkan badan dan mandi pada hari Jum'at, setelah itu dia siap segera berangkat menghadiri Sholat Jum'at, berjalan kaki, tidak berkendaraan, lalu mendekati Imam (duduk di shaf terdepan) dan tidak berbuat sia-sia serta mendengarkan khutbah baik-baik, maka setiap langkah (Yang ditempuh dalam perjalanan ke Masjid) dia memperoleh ganjaran pahala satu tahun puasa dan sembahyang - Sholat Jum'atnya."

Hari Jum'at adalah hari penciptaan Adam as. Muslim mengemukakan sebuah hadits yang diperoleh dari Abu Hurairah ra, yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

"Hari terbaik dimana Matahari terbit adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukan ke dalam Syurga dan pada hari itu pula dia dikeluarkan dari Syurga. Dan hari kiamatpun akan terjadi pada hari Jum'at."

Hari Jum'at adalah hari berlimpahnya magfirah. Ibnu adiy dan Tabrani dalam "Al-Ausat" mengemukakan sebuah hadits yang diperoleh dari Anas ra, yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya bahwa Allah SWT Tabaraka wa Ta'ala tidak membiarkan seorang muslimpun yang tidak diampuni dosanya."

Asy-Syaukani mengemukakan sebuah hadits yang diperoleh dari Abu Hurairah ra, yang menyebut bahwa Rasulullah SAW, ketika menyebut hari Jum'at bersabda :

"Di dalam hari itu terdapat suatu saat dimana seorang hamba Allah SWT yang menjumpainya, setelah itu dia sembahyang mohon sesuatu kepada Allah SWT, permohonannya pasti diperkenankan."

Tabrani mengemukakan hadits yang diperoleh dari Abu Umamah yang menyebut bahwa Rasulullah SAW, bersabda :

"Barangsiapa menunaikan shalat Jum'at, berpuasa pada hari itu ( dalam keadaan berpuasa pada dua hari sebelum dan sesudahnya), menjenguk orang sakit, menziarahi jenazah dan menyaksikan pernikahan, dia berhak masuk Syurga."


Disadur dari buku yang berjudul "Keistimewaan hari Jum'at : Rahasia, Hikmah dan Panduan Amalannya oleh Marzuqi Yaquub
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Hukum Berburuk Sangka Dan Mencari-Cari Kesalahan

0 komentar
Allah Ta'ala berfirman.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan orang lain" [Al-Hujurat : 12]

Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka yang buruk.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.



"Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah seduta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]

Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, "Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik"

Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.

Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata : "Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu".

Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nu'aim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : "Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, "Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut".

Sufyan bin Husain berkata, "Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu'awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, "Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?" Aku menjawab, "Tidak". Beliau bertanya lagi, "Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?" Aku juga menjawab, "Tidak". Beliau berkata, "Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?" Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu" [Lihat Kitab Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir (XIII/121)]

Komentar saya : "Alangkah baiknya jawaban dari Iyas bin Mu'awiyah yang terkenal cerdas itu. Dan jawaban di atas salah satu contoh dari kecerdasan beliau".

Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab Raudhah Al-'Uqala (hal.131), "Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya".

Beliau juga berkata pad hal.133, "Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita".


[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al'Abbad Al-Badr hal 17-21, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]
»»  BACA SELENGKAPNYA...
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

 

Akhi Husain Ramadhan Design by Insight © 2009