Pages

>

Rahasia Ibadah Puasa

1 komentar

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al- Baqarah: 183)

Puasa merupakan salah satu rukun Islam, dimana tidak sempurna keislaman seseorang apabila tidak melaksanakannya. Disamping itu, puasa juga merupakan salah satu ibadah yang paling mendalam bekasnya dalam jiwa seorang muslim. Pengalaman selama sebulan dengan pelbagai kegiatan seperti berbuka, sahur dan terawih berjamaah senantiasa akan membentuk kenangan dan akan merindukan kegiatan yang terdapat dibulan mulia tersebut ketika telah pergi meninggalkan kita.

Kini, bulan yang kita nantikan telah hadir bersama kita kembali begitu juga kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya. Namun sekarang ini yang paling terbaik buat kita di saat menemani bulan yang penuh berkah ini adalah merenungi apa rahasia dari Ibadah puasa yang ada di dalamnya. Puasa yang di wajibkan kepada kita di bulan ini memiliki beragam rahasia yang luar biasa. Dr. Yusuf Al- Qardhawi di dalam bukunya Al – Islam Fi Al- ibadah menyinggung ada lima rahasia yang bisa kita petik dan rasakan dalam ibadah puasa yang di wajibkan kepada kita sehingga kelak akan merasakan betapa besarnya nikmat yang di berikan Allah Swt. kepada kita:

Menguatkan Jiwa

Hawa nafsu merupakan salah satu musuh manusia yang tidak berwujud tapi ada dan sangat berbahaya, tak sedikit manusia yang tertipu oleh bujukannya yang mengakibatkannya terjerumus kedalam lembah kemaksiatan. Karena itu, Allah swt menyuruh kita untuk memeranginya dengan artian mengarahkannya kearah yang baik. Jadi, bukanlah memerangi hawa nafsu itu mengakibatkan kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Jika di dalam memeranginya kita mengalami kekalahan maka malapetaka besar yang akan terjadi, kita akan terbujuk oleh rayuan dan bujukan yang akhirnya membawa kita kejalan yang sesat dan nista. Na’uzubillah.

Puasa merupakan salah satu langkah untuk mengandalikan diri kita dari bujukkan hawa nafsu, yang akhirnya akan membentuk jiwa kita menjadi manusia yang tangguh dan kuat serta mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah seperti layaknya para malaikat, dengan ibadah puasa pula manusia mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit sehingga doanya dikabulkan Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasullah Saw, Ada tiga tiga golongan yang doanya tidak ditolak Allah Swt: orang yang puasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan doa orang yang di zhalimi.

Mendidik Manusia

Puasa juga merupakan ibadah yang mendidik manusia untuk tetap kuat dalam mengerjakan kebaikan sekalipun di samping kanan dan kirinya terdapat banyak hal-hal yang dapat menjerumuskannya ke lembah kemaksiatan. Sangat tepat sekali apa yang dikatakan Rasullah Saw bahwa puasa itu setengah dari kesabaran. Disamping itu, puasa juga membentuk rohani muslim semakin prima yang akan membuatnya tidak akan lupa diri meskipum mencapai keberhasilan ataupun kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan tidak mudah berputus asa meskipun penderitaan yang dialaminya sangat sulit.

Menyehatkan badan

Puasa disamping memberikan kesehatan dan kekuatan rohani juga mampu memberikan kesehatan jasmani juga. Hal ini telah disabdakan Rasulullah Saw dalam sebuah haditsnya bahwa puasa akan menyehatkan tubuh dan hal ini telah dibuktikan oleh para pakar kesehatan yang menyatakan bahwa perut harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan, karena perut ini mirip seperti mesin yang juga memerlukan istirahat. Selain itu didalam islam perut ini dibagi menjadi tiga bagian; sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga lagi untuk udara.

Mengenal nilai kenikmatan

Dalam hidup ini sebenarnya kita telah mendapatkan begitu banyak kenikmatan yang diberikan Allah, namun banyak pula manusia yang kurang mensyukurinya bahkan melupakan nikmat tersebut, diberi satu ingin dua, diberi dua ingin tiga dan seterusnya. Kalau kita mau menilik dan meneliti, kenikmatan yang diberikan Allah Swt kepada kita saat ini belum tentu dimiliki orang lain. Maka dengan puasa, manusia bukan saja disuruh memperhatikan dan merenungi kenikmatan yang diberikan Allah Swt kepadanya tapi disuruh juga untuk merasakan langsung betapa besarnya nikmat yang Allah Swt berikan kepadanya.

Hal ini dapat dirasakan setiap orang yang berpuasa, baru beberapa jam tidak makan dan minum sudah terasa penderitaan yang dialami dan pada saat berbuka puasa baru terasa sekali besarnya nikmat yang diberikan Allah Swt meskipun hanya sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak penting ibadah puasa, guna mendidik kita untuk menyadari tingginya nilai kenikmatan yang diberikan Allah Swt dan menjadikan kita manusia yang pandai bersyukur sehingga tidak mengecilkan nikmat yang telah diberikan Allah Swt selama ini. Dan rasa syukur tersebut akan membuat nikmat itu bertambah banyak.

Mengingat dan merasakan penderitaan orang lain

Merasakan rasa lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Karena pengalaman rasa lapar dan haus yang dirasakan ketika berpuasa akan berakhir ketika azan maghrib telah berkumandang, sementara penderitaan yang dirasakan orang lain entah kapan berakhirnya. Dari sini, semestinya puasa akan mampu menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan yang belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Aceh, Maluku dan negara lain seperti Irak, Palestina dan lainnya.

Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu marilah kita rajin bersedekah di bulan yang penuh berkah ini dan sebelum Ramadhan berakhir ingatlah kewajuban zakat kita. Sehingga ketika Ramadhan berakhir harta dan diri kita bersih dari dosa.

Marilah kita sambut Ramadhan ini dengan gembira layaknya seperti tamu lama yang kita nanti kehadirannya. Muliakanlah tamu agung ini yang hanya sebulan menemani kita sambil merasakan betapa indahnya ibadah dibulan yang penuh berkah, rahmah dan maghfiroh Allah. Selamat berpuasa! (Rahmat Hidayat Nasution*)

myquran.com
»»  BACA SELENGKAPNYA...

16 Kekeliruan Umum Selama Bulan Ramadhan

1 komentar

Meski Ramadhan bulan adalah bulan ampunan, untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang kini ‘menyapa’ kita, di bawah ini kami sarikan 16 kekeliruan umum yang sering dialami umat Islam selama Ramadhan

Hanya orang yang tidak tahu dan enggan saja yang tidak segera bergegas menyambut bulan suci ini dalam arti yang sebenarnya, lahir maupun batin. “Berapa banyak orang yang berpuasa (tapi) tak memperoleh apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga belaka”. (HR. Ibnu Majah & Nasa’i)

Namun, setiap kali usai kita menunaikan ibadah shiyam, nampaknya terasa ada saja yang kurang sempurna dalam pelaksanaannya, semoga poin-poin kesalahan yang acap kali masih terulang dan menghinggapi sebagian besar umat ini dapat memberi kita arahan dan panduan agar puasa kita tahun ini, lebih paripurna dan bermakna.

1. Merasa sedih, malas, loyo dan tak bergairah menyambut bulan suci Ramadhan

Acapkali perasaan malas segera menyergap mereka yang enggan menahan rasa payah dan penat selama berpuasa. Mereka berasumsi bahwa puasa identik dengan istirahat, break dan aktifitas-aktifitas non-produktif lainnya, sehingga ini berefek pada produktifitas kerja yang cenderung menurun. Padahal puasa mendidik kita untuk mampu lebih survive dan lebih memiliki daya tahan yang kuat. Sejarah mencatat bahwa kemenangan-kemenangan besar dalam futuhaat (pembebasan wilayah yang disertai dengan peperangan) yang dilancarkan oleh Rasul dan para sahabat, terjadi di tengah bulan Ramadhan.

Semoga ini menjadi motivator bagi kita semua, agar tidak bermental loyo & malas dan tidak berlindung di balik kata “Aku sedang puasa”.

2. Berpuasa tapi enggan melaksanakan shalat fardhu lima waktu

Ini penyakit yang --diakui atau tidak-- menghinggapi sebagian umat Islam, mereka mengira bahwa Ramadhan cukup dijalani dengan puasa semata, tanpa mau repot mengiringinya dengan ibadah shalat fardhu. Padahal shalat dan puasa termasuk rangkaian kumulatif (rangkaian yang tak terpisah/satu paket) rukun Islam, sehingga konsekwensinya, bila salah satunya dilalaikan, maka akan berakibat gugurnya predikat “Muslim” dari dirinya.

3. Berlebih-lebihan dan boros dalam menyiapkan dan menyantap hidangan berbuka serta sahur

Ini biasanya menimpa sebagian umat yang tak kunjung dewasa dalam menyikapi puasa Ramadhan, kendati telah berpuluh-puluh kali mereka melakoni bulan puasa tetapi tetap saja paradigma mereka tentang ibadah puasa tak kunjung berubah. Dalam benak mereka, saat berbuka adalah saat “balas dendam” atas segala keterkekangan yang melilit mereka sepanjang + 12 jam sebelumnya, tingkah mereka tak ubahnya anak berusia 8-10 tahun yang baru belajar puasa kemarin sore.

4. Berpuasa tapi juga melakukan ma’siat

Asal makna berpuasa bermakna menahan diri dari segala aktifitas, dalam Islam, ibadah puasa membatasi kita bukan hanya dari aktifitas yang diharamkan di luar Ramadhan, bahkan puasa Ramadhan juga membatasi kita dari hal-hal yang halal di luar Ramadhan, seperti; Makan, minum, berhubungan suami-istri di siang hari.

Kesimpulannya, jika yang halal saja kita dibatasi, sudah barang tentu hal yang haram, jelas lebih dilarang.

Sehingga dengan masa training selama sebulan ini akan mendidik kita menahan pandangan liar kita, menahan lisan yang tak jarang lepas kontrol, dsb.

“Barang siapa yang belum mampu meninggalkan perkataan dosa (dusta, ghibah, namimah dll.) dan perbuatan dosa, maka Allah tak membutuhkan puasanya (pahala puasanya tertolak)."

5. Sibuk makan sahur sehingga melalaikan shalat shubuh, sibuk berbuka sehingga melupakan shalat maghrib

Para pelaku poin ini biasanya derivasi dari pelaku poin 3, mengapa ? Sebab cara pandang mereka terhadap puasa tak lebih dari ; “Agar badan saya tetap fit dan kuat selama puasa, maka saya harus makan banyak, minum banyak, tidur banyak sehingga saya tak loyo”. Kecenderungan terhadap hak-hak badan yang over (berlebihan).

6. Masih tidak merasa malu membuka aurat (khusus wanita muslimah)

Sebenarnya momen Ramadhan bila dijalani dengan segala kerendahan hati, akan mampu menyingkap hijab ketinggian hati dan kesombongan sehingga seorang Muslimah akan mampu menerima segala tuntunan dan tuntutan agama ini dengan hati yang lapang. Menutup aurat, misalnya, akan lebih mudah direalisasi ketimbang di bulan selain Ramadhan. Mari kita hindari sifat-sifat nifaq yang pada akhir-akhir ini sangat diumbar dan dianggap sah, Ramadhan serba tertutup, saat lepas Ramadhan, lepas pula jilbabnya, inilah sebuah contoh pemahaman agama yang parsial (setengah-setengah), tidak utuh.

6. Menghabiskan waktu siang hari puasa dengan tidur berlebihan

Barangkali ini adalah akibat dari pemahaman yang kurang tepat dari sebuah hadits Rasul yang berbunyi “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” Memang selintas prilaku tidur di siang hari adalah sah dengan pedoman hadits diatas, namun tidur yang bagaimana yang dimaksud oleh hadits diatas? Tentu bukan sekedar tidur yang ditujukan untuk sekedar menghabiskan waktu, menunggu waktu ifthar (berbuka) atau sekedar bermalas-malasan, sehingga tak heran bila sebagian -besar- umat ini bermental loyo saat berpuasa Ramadhan.

Lebih tepat bila hadits diatas difahami dengan; Aktifitas tidur ditengah puasa yang berpahala ibadah adalah bila;

Tidur proporsional tersebut adalah akibat dari letih dan payahnya fisik kita setelah beraktifitas; Mencari rezeki yang halal, beribadah secara khusyu’ dsb.

Tidur proporsional tersebut diniatkan untuk persiapan qiyamullail (menghidupkan saat malam hari dengan ibadah)

Tidur itu diniatkan untuk menghindari aktifitas yang –bila tidak tidur- dikhawatirkan akan melanggar rambu-rambu ibadah Ramadhan, semisal ghibah (menggunjing), menonton acara-acara yang tidak bermanfaat, jalan-jalan untuk cuci mata dsb.

Pemahaman hadits diatas nyaris sama dengan pemahaman hadits yang menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih harum daripada minyak misk (wangi) disisi Allah, bila difahami selintas maka akan menghasilkan pengamalan hadits yang tidak proporsional, seseorang akan meninggalkan aktifitas gosok gigi dan kebersihan mulutnya sepanjang 29 hari karena ingin tercium bau wangi dari mulutnya, faktanya bau mulut orang yang berpuasa tetap saja akan tercium kurang sedap karena faktor-faktor alamiyah, adapun bau harum tersebut adalah benar adanya secara maknawi tetapi bukan secara lahiriyah, secara fiqh pun, bersiwak atau gosok gigi saat puasa adalah mubah (diperbolehkan)

7. Meninggalkan shalat tarwih tanpa udzur/halangan

Benar bahwa shalat tarawih adalah sunnah tetapi bila dikaji secara lebih seksama niscaya kita akan dapatkan bahwa berpuasa Ramadhan minus shalat tarawih adalah suatu hal yang disayangkan, mengingat amalan sunnah di bulan ini diganjar sama dengan amalan wajib.

8. Masih sering meninggalkan shalat fardhu 5 waktu secara berjama’ah tanpa udzur/halangan (terutama untuk laki-laki muslim)

Hukum shalat fardhu secara berjama’ah di masjid di kalangan para fuqaha’ adalah fardhu kifayah, bahkan ada yang berpendapat bahwa hukumnya adalah fardhu ‘ain, berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang mengisahkan bahwa beliau rasanya ingin membakar rumah kaum Muslimin yang tidak shalat berjama’ah di masjid, sebagai sebuah ungkapan atas kekecewaan beliau yang dalam atas kengganan umatnya pergi ke masjid.

9. Bersemangat dan sibuk beribadah sunnah selama Ramadhan tetapi setelah Ramadhan berlalu, shalat fardhu lima waktu masih tetap saja dilalaikan

Ini pun contoh dari orang yang tertipu dengan Ramadhan, hanya sedikit lebih berat dibanding poin-poin diatas. Karena mereka Hanya beribadah di bulan Ramadhan, itupun yang sunnah-sunnah saja, semisal shalat tarawih, dan setelah Ramadhan berlalu, berlalu pula ibadah shalat fardhunya.

10. Semakin jarang membaca Al Qur'an dan maknanya

11. Semakin jarang bershadaqah

12. Tidak termotivasi untuk banyak berbuat kebajikan

13. Tidak memiliki keinginan di hatinya untuk memburu malam Lailatul Qadar

Poin nomor 8, 10, 11, 12 dan 13 secara umum, adalah indikasi-indikasi kecilnya ilmu, minat dan apresiasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap bulan Ramadhan, karena semakin besar perhatian dan apresiasi seseorang kepada Ramadhan, maka sebesar itu pula ibadah yang dijalankannya selama Ramadhan.

14. Biaya belanja & pengeluaran (konsumtif) selama bulan Ramadhan lebih besar & lebih tinggi daripada pengeluaran di luar bulan Ramadan (kecuali bila biaya pengeluaran itu untuk shadaqah)

15. Lebih menyibukkan diri dengan belanja baju baru, camilan & masak-memasak untuk keperluan hari raya pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan

16. Lebih sibuk memikirkan persiapan hari raya daripada amalan puasa

Mereka lebih sibuk apa yang dipakai di hari raya dibanding memikirkan apakah puasanya pada tahun ini diterima oleh Allah Ta’aala atau tidak Orang-orang yang biasanya mengalami poin-poin nomor 14, 15 dan 16 adalah orang-orang yang tertipu oleh “fatamorgana Ramadhan”, betapa tidak ? Pada hari-hari puncak Ramadhan, mereka malah menyibukkan diri mereka dan keluarganya dengan belanja ini-itu, substansi puasa yang bermakna menahan diri, justru membongkar jati diri mereka yang sebenarnya, pribadi-pribadi “produk Ramadhan” yang nampak begitu konsumtif, memborong apa saja yang mereka mampu beli.

Tak terasa ratusan ribu hingga jutaan rupiah mengalir begitu saja, padahal di luar Ramadhan, belum tentu mereka lakukan. Semoga sentilan yang menyatakan bahwa orang Islam tidak konsisten dengan agamanya, karena di bulan Ramadhan yang seharusnya bersemangat menahan diri dan berbagi, ternyata malah memupuk semangat konsumerisme dan cenderung boros, dapat menggugah kita dari “fatamorgana Ramadhan”.

Semoga Allah menganugerahi kita dengan rahmat-Nya, sehingga mampu menghindari kesalahan-kesalahan yang kerap kali menghinggapi mayoritas umat ini, amin. Hanya dengan keikhlasan, perenungan dan napak tilas Rasul, insya Allah kita mampu meng-up grade (naik kelas) puasa kita, wallaahu a’lam bis shawaab. (Ahmad Rizal, Alumni STAIL, dan KMI Gontor-Ponorogo/Hidayatullah)


www.hidayatullah.com
»»  BACA SELENGKAPNYA...
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

 

Akhi Husain Ramadhan Design by Insight © 2009